paypermails.com
richgoptr.com
workmails.org

Minggu, 04 Januari 2009

Abdullah bin Jahasy

Sahabat yang satu ini sangat erat hubungannya dengan Rasulullah dan termasuk satu di antara sahabat yang pertama-tama masuk Islam. Dia adalah putera bibi Rasulullah, sebab ibunya yang bernama Umaimah binti Abdul Muthalib merupakan saudara perempuan ayah Anda Rasulullah. Dia juga ipar Rasulullah, sebab saudara perempuannya yang bernama Zainab binti Jahasy menjadi istri Rasulullah dan ummahatul mukminin.

Dia adalah orang pertama yang dipercayai memegang panji-panji Islam dan orang pertama pula yang diberi gelar Amirul Mukminin. Dia adalah Abdullah bin Jahasy Al-Asady.


Abdullah bin Jahasy memeluk Islam sebelum Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bermarkas di rumah Arqam. Dia termasuk Assbiquunal-awwalun.

Tatkala Nabi mengizinkan para sahabat berhijarah ke Madinah untuk menyelamatkan Islam dari gangguan-gangguan Quraisy, Abdullah adalah muhajir (orang yang berhijrah) kedua. Tak ada yang mendahuluinya kecuali Abu Salamah.

Hijrah kepada Allah dan terpisah dari keluarga dan tanah air, maka fi sabilillah bukanlah hal yang baru bagi Abdullah bin Jahasy. Sebelum ini dia juga pernah berhijrah bersama keluarganya ke negeri Habasyah (Ethiopia).

Tetapi untuk kali ini hijrahnya mengikutsertakan banyak pihak. Dia disertai oleh keluarganya, seluruh kerabat ayahnya, pria-wanita, tua-muda. Rumahnya memang rumah Islam dan kabilahnya pun kabilah Islam.

Begitu keluar dari Makkah, kelompok Muhajirin ini menatap sejenak pada kampung halaman mereka dari kejauhan. Terlihat kosong, sunyi, membiaskan duka. Tak ada kehangatan seperti sebelumnya, tak ada orang yang lalu lalang dengan penuh gairah hidup seperti sebelumnya…

Tak lama setelah itu Abdullah bin Jahasy mendengar kabar bahwa para pemimpin Quraisy mengepung daerah perkampungan untuk mencari tahu siapa saja orang-orang Islam yang berhasil keluar dari Makkah dan siapa yang masih tinggal. Di antara orang-orang Quraisy tersebut terdapat Abu Jahal dan Utbah bin Rabi'ah.

Utbah menengok-nengok rumah-rumah Bani Jahasy. Angin berhembus kencang menebarkan debu dan pasir, pintu-pintu gedubrakan silih berganti terhempas angin. Utbah menggerutu, “Rumah-rumah Bani Jahasy teleh kosong melompong dan menangisi pemiliknya.”

Abu Jahal menimpali, “Siapa mereka itu sampai-sampai rumah menangisi mereka?”

Kemudian Abu Jahal merampok rumah Abdullah bin Jahasy. Rumahnya memang sangat indah dan mewah. Abu Jahal menguasainya beserta segala macam perabotnya. Dia bertingkah laku bagai pemiliknya saja.

Mendengar polah tingkah Abu Jahal mengenai rumahnya, Abdullah bin Jahasy mengadu kepada Rasulullah. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, “Tidakkah engkau rela diberi rumah di surga oleh Allah sebagai gantinya?”

“Saya rela, ya Rasulullah,” jawabnya.

“Akan diberikan kepadamu,” Rasulullah menegaskan.

Hati Abdullah kembali segar dan berbunga-bunga.

Namun rumah di surga sangat mahal harganya. Belum lagi lenyap kepedihan akibat penderitaan dalam hijrahnya yang pertama dan kedua, belum lagi tenang ia beristirahat di pangkuan saudara-saudara Anshar, Allah sudah memberinya ujian yang sangat berat. Semenjak ia memeluk Islam, ujian-ujian berat silih berganti.

Mari kita simak kisahnya….

Rasulullah mengutus delapan orang sahabat untuk melakukan tugas militer yang pertama dalam Islam. Di antara para sahabat ini terdapat Abdullah bin Jahasy dan Sa'ad bin Abi Waqqash. Kata Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Aku menugaskan orang-orang yang paling penyabar dan paling kuat menahan lapar dan dahaga.”

Kepemimpinan satuan ini diserahkan kepada Abdullah bin Jahasy. Dengan demikian, dialah Amirul Mukminin yang pertama.


Rasulullah memberitahukan tujuan satuan kecil ini kepada Abdullah bin Jahasy dan membekalinya sepucuk surat. Abdullah bin Jahasy tidak diperkenankan membukanya sebelum dua hari perjalanan.

Maka selang dua hari baru Abdullah membuka surat tersebut, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:

”…Setelah membaca surat ini teruskan perjalanan sampai ke Nakhlah di antara Tha'if dan Makkah. Lakukan pengintaian terhadap orang-orang Quraisy dan laporkan hasil nya kepadaku….”

Setelah membaca surat tersebut, Abdullah bin Jahasy berkata pasti, Aku akan patuh kepada perintah nabiyullah yang mulia.”

Dia berpaling kepada sahabat-sahabatnya, “Saudara-saudara aku diperintah oleh Rasulullah ke Nakhlah untuk melakukan pengintaiaan terhadap orang-orang Quraisy, lalu melaporkannya kepada beliau. Rasulullah melarangku memaksa kalian mengikutiku. Bagi yang tidak, ia boleh pulang, dan itu pun tidak tercela.”

Para anggota satuannya berkata, “Kami telah mendengar perintah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam maka akan mematuhinya. Kami akan menyertai Anda ke tempat yang diperintahkan.”

Mereka terus berjalan sampai ke Nakhlah dan langsung melakukan penyelidikan sesuai perintah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka mengelilingi desa-desa untuk mengintai kaum Quraisy.

Akhirnya di kejauhan tampaklah iring-iringan kafilah Quraisy yang dijaga oleh empat orang, yaitu Amru bin Al-Hadrami, Al-Hakam bin Kaisan, Utsman bin Abdullah, dan saudaranya, Mughirah. Kafilah ini membawa barang-barang dagangan Quraisy. Ada kulit binatang, kismis, dan benda-benda lain yang dibawa oleh pedagang-pedagang mereka.

Para sahabat pun berunding. Itu adalah hari terakhir bulan Haram atau bulan suci (yaitu bulan yang terhalang untuk mengadakan peperangan menurut adab Arab. Bulan-bulan Haram ini adalah Dzulqa'idah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab). Kata mereka, “Kalau kita menyerang mereka, berarti kita melakukan pembunuhan dalam bulan Haram. Ini menunjukkan bahwa kita tidak menghormati bulan Haram. Seluruh bangsa Arab tentu akan mencela dan memusuhi kita. Tapi kalau kita biarkan mereka sampai bulan Haram ini berlalu, pastilah mereka sudah mencapai tanah Haram (Makkah). Menyerang mereka tetap dilarang, sebab mereka sudah berada di dalam wilayah tanah Haram. Mereka akan aman dari kita.”

Akhirnya perundingan ini menghasilkan kesepakatan, yaitu menyerang kafilah Quraisy tersebut. Mereka kemudian menewaskan satu orang, menawan dua orang, sedangkan yang seorang lagi berhasil meloloskan diri.


Abdullah bin Jahasy dan satuannya menggiring kedua tawanan tersebut beserta onta-ontanya sekalian menuju Madinah.

Segera setelah sampai, mereka menghadap Rasulullah. Namun di luar dugaan, Rasulullah tidak berkenan mendengar laporan mereka. Kata beliau, “Demi Allah aku tidak memerintahkan kalian untuk berperang, melainkan untk mencari berita tentang orang-orang Quraisy. Hanya mengintai gerak-gerik mereka, lain tidak.”

Rasulullah menahan dulu kedua tawanan Quraisy itu sementara menunggu keputusan yang pasti. Harta rampasan, onta-onta dan muatannya tidak disentuh sedikitpun.

Abdullah bin Jahasy merasa yakin bahwa mereka akan celaka karena melanggar perintah Rasulullah. Hatinya kian ciut karena rekan-rekannya dari kaum muslimin juga mengecam tindakan satuan yang dipimpinnya karena melanggar adat kebiasaan bangsa Arab, yaitu menghormati empat bulan Haram. Setiap kali berjumpa dengan anggota-anggota satuan Abdullah bin Jahasy, kaum muslimin mengolok-olok. “Mereka orang-orang yang melanggar perintah Rasulullah!”

Bertambah-tambah pula kesedihan kelompok kecil ini tatkala mendengar bahwa orang-orang Quraisy memanfaatkan peristiwa tersebut untuk menyebarkan provokasi menjelek-jelekkan Rasulullah. Kepada semua orang bahkan suku-suku di daerah pegunungan, mereka bercerita bahwa Muhammad telah melanggar bulan Haram mengingat orang-orangnya telah melakukan perampasan, penawanan, dan pembunuhan.

Bukan main penyesalan Abdullah bin Jahasy dan teman-temannya. Kekeliruan yang mereka lakukan telah menyulitkan posisi Rasulullah dan mencoreng kemuliaan.


Di tengah-tengah suasana duka yang mendalam itu, tibalah berita gembira yang tak terduga-duga. Allah ternyata meridloi perbuatan mereka dan menurunkan firman-Nya tentang hal itu.

Meluap-luap kegembiraan mereka. Orang-orang mulia berdatangan, memeluk mereka erat-erat, dan mengucapkan selamat dengan membaca ayat suci yang khusus di turunkan untuk mereka.

Telah turun kalamullah Yang Maha Tinggi kepada Rasulullah sebagai berikut:

“Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Alah, (menghalangi masuk) Masjidil Haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh….” (Al-Baqarah: 217).”

Sesudah ayat-ayat mulia ini turun, legalah hati Rasulullah. Beliau mau menerima onta-onta hasil rampasan tadi dan mempersilahkan keluarga kedua tawanan itu membayar uang tebusan. Rasulullah juga ridha dengan tindakan Abdullah bin Jahasy dan satuannya. Perang kecil yang mereka lancarkan telah menggoreskan catatan penting pada kehidupan kaum muslimin. Dengan peristiwa ini, untuk pertama kalinya Islam menewaskan seorang musyrik dan menawan orang lainnya. Untuk pertama kalinya Rasaulullah menerima panji-panji kemenangan dari musuh. Dan si pemimpin Abdullah bin Jahasy, adalah orang pertama yang disebut Amirul Mukminin (pemimpin orang-orang mukmin).


Perang Uhud bagi Abdullah bin Jahasy dan Sa'ad bin Abi Waqqash perang ini merupakan kisah yang tak mungkin terlupakan. Berikut ini Sa'ad bin Abi Waqqash menuturkan pangalamannya bersama Abdullah bin Jahasy:

Saat perang Uhud aku berjumpa dengan Abdullah bin Jahasy. Dia bertanya, “Tidakkah engkau mau berdoa?”

Aku menjawab, “Ya.”

Kami berdua menyingkir ke tempat yang sunyi. Aku berdoa pada kesempatan yang pertama: “Ya Allah Tuhanku, bila aku bertemu musuh, maka pertemukanlah dengan musuh yang kuat tubuhnya, perkasa, lagi mudah naik darah. Aku akan bertarung melawannya, dan karuniakanlah kemenangan bagiku sehingga aku mampu menewaskannya dan mengambil perbekalannya sebagai ghanimah…”

Abdullah bin Jahasy mengamini doaku, kemudiaan ganti berdoa: “Ya Allah hadapkanlah aku dengan musuh yang kekar tubuhnya, pemarah, dan ulet. Aku akan bertarung melawannya, kemudian dia menghantamku dan menyayat hidung dan telingaku. Bila aku berjumpa dengan-Mu pada hari berbangkit nanti dan Engkau bertanya, “Mengapa hidung dan telingamu putus?” Maka aku akan menjawab, “Karena Engkau dan karena Rasul-Mu.” niscaya Engkau akan berkata, “Engkau benar…”

Doa Abdullah bin Jahasy lebih baik daripada doaku. Aku melihat dia tewas di penghujung siang dalam keadaan hidung dan telinga tersayat. Sayatan hidung dan telinga itu digantungkan di pohon dengan tali…


Allah mengabulkan doa Abdullah bin Jahasy. Dia diberi rizki mati syahid sebagaimana dikaruniakannya kepada pamannya, Hamzah bin Abdul Muthalib, bapak para syuhada'.

Rasulullah mengebumikan dua orang syuhada' ini di dalam satu lahat. Air mata beliau yang suci menetes membasahi tanah merah yang semerbak dengan wewangian syahadah…1)

1) Sosok Para Sahabat Nabi, DR. Abdurrahman Ra'fat Al-Basya, Cetakan I, Oktober 1996, CV.Pustaka Matiq


Tidak ada komentar:

Posting Komentar