paypermails.com
richgoptr.com
workmails.org

Minggu, 04 Januari 2009

Abu Muhammad bin Abdurrahman bin Auf

Dia adalah Abu Muhammad bin Abdurrahman bin Auf bin Abdi Manaf bin Abdil Harits bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ai. Nama Abdurrahman bin Auf dimasa Jahiliyyah adalah Abdu Amru. Ada juga yang mengatakan bahwa namanya adalah Abdul Harits atau Abdul Ka'bah. Namun akhirnya Rasulullah shallallohu 'alaihi wa sallam mengganti namanya menjadi Abdurrahman.

Ibunda Abdurrahman bin Auf adalah Asy-Syifa' binti Auf. Wanita ini telah menyatakan dirinya sebagai seorang muslimah dan juga telah melakukan hijrah.

Abdurrahman bin Auf tergolong orang yang masuk Islam pertama, yakni sebelum Rasulullah shallallohu 'alaihi wa sallam menentukan markas dakwahnya di rumah Al Arqam. Dia telah berhijrah ke kawasan Abisina sebanyak dua kali. Abdurrahman juga berkali-kali ikut serta dalam peperangan melawan kaum kafir. Dia tetap setia bersama dengan Rasulullah shallallohu 'alaihi wa sallam ketika perang Uhud.

Rasulullah shallallohu 'alaihi wa sallam pernah bermakmum kepadanya ketika perang Tabuk. Ketika itu Rasulullah masih mengambil air wudhu, dan ternyata orang-orang telah mengerjakan shalat bersama dengan Abdurrahman sebanyak satu rakaat. Maka, beliau langsung bergabung dengan jama'ah shalat yang dipimpin Abdurrahman dan menyempurnakan sisa rakaat yang masih kurang. Dalam hal ini Rasulullah shallallohu 'alaihi wa sallam bersabda, “Seorang Nabi tidak akan dicabut nyawanya sebelum bermakmum di belakang seorang laki-laki shalih dari umatnya.”

Dari Abu Salamah, dari ayahnya bahwa suatu ketika dia pernah pergi bersama dengan Nabi shallallohu 'alaihi wa sallam. Lalu Nabi shallallohu 'alaihi wa sallam pergi untuk buang hajat. Namun orang-orang menjumpai waktu shalat, sehingga mereka pun mengumandangkan iqamah shalat. Lalu Abdurrahman yang maju sebagai imam. Tidak lama kemudian Nabi shallallohu 'alaihi wa sallam datang dan langsung shalat bersama orang-orang di belakang Abdurrahman yang telah menunaikan satu rakaat shalat. Ketika telah melakukan salam, Rasulullah bersabda, “Kalian telah melakukan hal yang benar.” Atau dengan menggunakan redaksi, “Kalian telah melakukan hal yang baik.”

Ciri-ciri Fisik Abdurrahman bin Auf

Dia adalah seorang laki-laki yang berperawakan tinggi dan berkulit tipis. Postur tubuhnya terkesan bongkok. Warna kulitnya putih, lebih condong kemerah-merahan. Kedua telapak tangannya besar dan berhidung mancung.

Ibnu Ishaq, “Kedua gigi seri Abdurrahman telah tanggal, dan jalannya menjadi pincang karena serangan musuh pada waktu perang Uhud”. Ketika itu giginya pecah dan tubuhnya terluka sebanyak 20 lebih. Sebagian besar luka itu menimpa kakinya sehingga menyebabkannya pincang.

Putra-putri Abdurrahman bin Auf

Diantara putra Abdurrahman ada yang bernama Salim Al Akbar. Dia telah meninggal dunia sebelum masa Islam datang. Anak laki-lakinya itu berasal dari istrinya yang bernama Ummu Kultsum binti Utbah bin Rabi'ah. Abdurrahman juga memiliki putri yang lahir pada masa Jahiliyah, yang diberi nama Ummu Qasim. Ibu putrinya ini tidak lain adalah putri Syaibah bin Rabi'ah. Anak Abdurrahman yang lain adalah Muhammad, Ibrahim, Hamid, Ismail, Hamidah dan Amaturrahman. Ibu dari anak-anaknya ini bernama Ummu Kultsum binti Uqbah bin Abi Mu'aith.

Anaknya yang lain lagi adalah Ma'an, Umar, Zaid, dan Amatush-Shugra. Mereka dilahirkan oleh ostrinya yang bernama Sahlah binti Ashim bin Adi. Selanjutnya Urwah Al Akbar, dia adalah anaknya yang berasal dari istrinya yang bernama Bahriyah binti Hani'. Salim Al Ashgar adalah buah hati Abdurrahman yang berasal dari istrinya yang bernama Ummu Hakim binti Qarizh. Abdullah adalah anak yang terlahir dari istrinya yang merupakan putri Abu Al Khasykhasy.

Abu Salamah –yang tidak lain Abdullah Al Ashgar– adalah anaknya dari Tudhamir binti Al Ashbagh. Abdurrahman adalah buah hatinya dengan Asma' binti Salamah. Mush'ab, Aminah dan Maryam adalah anak-anaknya dari Ummu Harits. Suhail Abu Al Abyadh adalah putranya dari Majd binti Yazid. Utsman adalah anaknya dari Ghuzal binti Kisra, seorang hamba sahaya. Urwah, Yahya dan Bilal berasal dari beberapa orang istri yang lain. Ummu Yahba adalah putrinya yang berasal dari istrinya yang bernama Zainab binti Ash-Shabah. Terakhir Juwairiyah, dia adalah putrinya dari Badiyah binti Ghailan.


Pada Waktu Rasulullah mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshar setelah hijrah ke Madinah, Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan Sa'ad bin Rabi' Al Anshari.

Suatu kali Sa'ad berkata kepada saudara barunya, “Saudaraku, aku adalah penduduk Madinah yang terkaya. Aku punya dua kebun dan dua istri. Pilihlah kebun mana yang kau suka dan istri mana yang kau mau, aku akan melepaskannya agar bisa menjadi kebunmu dan istrimu.”

Abdurrahman bin Auf menolak dengan halus, “Allah memberkati harta dan keluargamu. Tapi tunjukkan saja padaku dimana letak pasar”.

Abdurrahman bin Auf berdagang di pasar Madinah. Dalam waktu yang relatif singkat dia sudah bisa memetik keuntungan dan bisa menabungnya sebagian. Ketika simpanannya telah dianggap mencukupi untuk mahar, maka dia menikah.

Usai menikah, Abdurrahman menjumpai Rasulullah. Rasulullah seger mencium wewangiannya yang semerbak sehingga beliau tanya, “Hai Abdurrahman, apakah engkau menikah?” Dia menjawab, “Benar, ya Rasulullah”. “Berapa maharmu?” tanya Rasulullah lagi. “Emas sebesar biji kurma”. Rasulullah bersabda, “Adakanlah pesta perkawinan walaupun dengan seekor kambing saja.”

Berkata Abdurrahman, “Berkat doa Nabi, maka dunia datang kepadaku, sampai-sampai kalau aku mengangkat batu, rasanya kudapati di bawahnya emas atau perak….”1)


Sewaktu perang Badar, Abdurrahman berjuang sepenuh jiwa. Dia berhasil menewaskan musah Allah, Umair bin Utsman bin Ka'ab At-Taimi.

Pada perang Uhud, dia termasuk yang tetap bertahan sementara banyak sahabat lain yang kocar-kacir. Dia keluar dari perang ini dengan membawa leih dari 20 luka. Sebagian lukanya begitu dalam sampai tangan seseorang bisa muat di dalamnya.2)


Dari Ummu Bakr binti Al Miswar bin Makhramah, dari Ayahnya, dia berkata: Abdurrahman bin Auf telah menjual sebidang tanah miliknya yang berasal dari Utsman seharga 40.000 Dinar. Lalu dia membagi-bagikan harta tersebut kepada Bani Zuhrah, orang-orang fakir kaum muslimin, dan para istri Rasulullah shallallohu 'alaihi wa sallam. Dia juga mengirimkan harta tersebut melalui aku. Maka Aisyah berkata, “Sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah shallallohu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Tidak akan merasa simpati kepada kalian (para istriku) sepeninggalku nanti kecuali orang-orang yang shalih'.” Aisyah juga berkata, “Semoga Allah memberi minum Ibnu Auf dari sungai Salsabila yang berada di surga.”

Dar Az-Zuhri, dia berkata, “Abdurrahman bin Auf telah menshadaqahkan separuh harta miliknya sebanyak 40.000 pada masa Rasulullah shallallohu 'alaihi wa sallam. Kemudian menshadaqahkan lagi hartanya sebanyak 40.000, dan kembali bershadaqah sebanyak 40.000 Dinar. Lalu di menanggung 500 kuda untuk kepentingan fi sabilillah, dan setelah itu kembali menanggung 1.500 unta untuk kepentingan fi sabilillah. Sebagian besar harta milik Abdurrahman dia peroleh dari hasil ber-bisnis.”

Dari Ja'far bin Burqan, dia berkata, “Aku pernah mendengar informasi bahwa Abdurrahman bin Auf telah memerdekakan 30.000 hamba sahaya.”

Dari Sa'ad bin Ibrahim, dari ayahnya, bahwa Abdurrahman bin Auf pernah diberi makanan. Ketika itu dia sedang berpuasa. Maka Abdurrahman berkata, “Mush'ab bin Umair telah mati terbunuh. Dia lebih baik dariku. Dia telah dikafani dengan kain bergaris yang jika dibuat menutupi bagian kepalanya, maka kedua kakinya menjadi terlihat. Namun apabil dibuat untuk menutupi kedua kakinya, maka bagian kepalanya tampak.” Aku juga melihat Abdurrahman berkata, “Hamzah telah mati terbunuh. Dia lebih baik dibandung aku. Dia tidak memiliki sesuatu pun kecuali hanya kain yang dia buat untuk mengkafani jenazahnya. Namun ternyata, harta benda duniawi telah dibentangkan kepada kami.” Atau dia berkata dengan menggunakan redaksi, “Namun harta duniawi diberikan kepada kami. Kami benar-benar khawatir kalau kebaikan kami dipercepat untuk diberikan di dunia.” Setelah itu Abdurrahman menangis sehingga dia meninggalan makanan tersebut. (HR. Bukhari)

Dari Naufal bin Iyas Al Hudzali, dia berkata, “Abdurrahman adalah teman duduk kami, dia adalah teman duduk yang paling baik. Pada suatu hari dia berpaling dari kami sampai akhirnya kami mengunjungi rumahnya. Dia ternyata telah memasuki rumahnya kemudian mandi. Lalu dia kembali keluar dan duduk bersama-sama kami lagi. Kami membawakan untuknya sebuah piring yang berisi sepotong roti dan daging. Ketika piring itu diletakkan, Abdurrahman bin Auf menangis. Maka kami berkata kepadanya, 'Wahai Abu Muhammad, apa yang membuatmu menangis?' Abdurrahman menjawab, 'Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam meninggal dunia, sedangkan beliau beserta anggota keluarganya belum pernah merasa kenyang dengan memakan roti gandum. Bukankah seandainya piring (yang berisi makanan lezat) itu tidak diberikan kepada kita, maka akan lebih baik bagi kita?'.”

Dari Ayyub, dari Muhammad, bahwa Abdurrahman bin Auf meninggal dunia dengan mewariskan logam emas yang bisa dibelah dengan kapak. Logam emas itu sampai membuat tangan beberapa orang laki-laki melepuh ketika membelahnya. Dia juga meninggalkan empat orang istri. Seorang istri mendapatkan jatah seperdelapan dari harta tersebut, yaitu senilai 30.000.

Wafatnya Abdurrahman bin Auf

Abdurrahman bin Auf meninggal dunia pada tahun 32 H. Jenazahnya dimakamkan di komplek pemakaman Baqi'. Dia meninggal dunia pada usia 72 tahun. Ada juga yang mengatakan usianya ketika meninggal dunia adalah 75 tahun. 3)

Ketika wafat, jenazah Abdurrahman bin Auf diangkat oleh paman Rasulullah yaitu Sa'ad bin Abi Waqash, dishalatkan oleh Amirul Mukminin Utsman bin Affan, dan diantarkan oleh Ali bin Abi Thalib. Ali berkata, “Anda telah mendapatkan kemurnian dan mendahului kepalsuan, ya Ibnu Auf. Allah telah merahmati Anda.” 4)

1) , 2) , 4) dinukil www.sohabat.org dari buku Sosok Para Sahabat Nabi, DR. Abdurrahman Ra'fat Al-Basya, cetakan I, Tahun 1996, Pustaka Mantiq,
3) dinukil www.sohabat.org dari buku Ensiklopedia Sohabat, Al Imam Ibnul Jauzi, Cetakan kedua, Tahun 1418H/1998M, Pustaka Azzam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar